MANFAAT KANDUNGAN PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR PADA DAUN KANGKUNG AIR (Ipomoea aquatica) YANG DIFERMENTASI PADA IKAN
Menurut Suraya (2006) pada bidang perikanan daun kangkung air selama ini digunakan sebagai bahan pakan ikan, serta dapat digunakan sebagai alternatif bahan pakan diantaranya sebagai suplemen bahan pakan pada ikan wader (Rasbora argyrotaenia) (Budiharjo, 2007). Vromant et al. (2002) menambahkan daun kangkung merupakan sumber hijauan yang disenangi oleh ikan nila, tetapi Hidayati (2005) menambahkan penggunaan daun kangkung ini kurang optimal karena masih dianggap gulma bagi beberapa pembudidaya dan daun kangkung air hanya berupa limbah (Lestari dkk., 2008). Bentuk limbah ini dikarenakan daun kangkung air memiliki nilai kandungan nutrisi serat kasar yang tinggi (Nainggolan dkk., 2005). Ramuan dalam pembuatan pakan ikan, kadar serat kasar tidak baik jika bernilai tinggi (Mudjiman, 2004). Cara mengoptimalkan kadar kandungan serat kasar daun kangkung air diantaranya dengan fermentasi (Syamsu, 2007).
Fermentasi merupakan kemajuan bioteknologi dengan memanfaatkan mikroba dan merupakan cara alternatif optimalisasi daur ulang limbah pertanian (Muis dkk., 2008). Fermentasi digunakan untuk mengoptimalkan daun kangkung air dalam meningkatkan protein kasar serta menurunkan Kandungan Protein Kasar Mikroba proteolitik yang terdapat dalam probiotik adalah Bacillus sp dan Streptomyces. Menurut Thomas dkk (1987) mikroba ini mampu menghasilkan enzim protease yang akan merombak protein. Anggorodi (1994) menambahkan perombakan protein diubah menjadi polipeptida, selanjutnya menjadi peptida sederhana, kemudian peptida ini akan dirombak menjadi asam-asam amino. Asam-asam amino ini yang akan dimanfaatkan oleh mikroba untuk memperbanyak diri. Jumlah koloni mikroba yang merupakan sumber protein tunggal menjadi meningkat selama proses fermentasi. Proses tersebut secara tidak langsung dapat meningkatkan kandungan protein kasar (Wuryantoro, 2000).
Perlakuan penelitian ini dilakukan secara aerob, yang menggunakan oksigen dalam prosesnya. Proses aerob pada perlakuan dilakukan dengan cara membuka tutup plastik tempat proses fermentasi berlangsung. Hal ini sesuai dengan Afrianti (2009) proses fermentasi aerob menggunakan oksigen untuk mencerna glukosa untuk menghasilkan air, karbondioksida dan sejumlah besar energi.
Penguraian materi berlangsung dengan reaksi enzimatik (Waluyo, 2005). Sebagian besar reaksi kimia dalam sel-sel hidup berlangsung sangat lambat bila tidak dikatalisis oleh enzim (Hariati, 1989).
Adanya mikroba proteolitik yang mampu menghasilkan enzim protease menyebabkan pemecahan protein berlangsung lebih cepat (Priskila, 2007).
De jong, et al (1991) menyatakan bahwa tingginya kadar karbohidrat dan mineral tetes tebu (molases) diharapkan mampu menstimulasi pertumbuhan mikroba. Perkembangan dari mikroba tergantung pada karbon yang tersedia, dengan meningkatnya jumlah mikroba tersebut maka akan terjadi kompetisi diantara mikroba untuk mendapatkan karbon, sehingga ketersediaan karbon menjadi faktor pembatas (Rifqiyah, 2005). Dijelaskan kembali menurut Afrianti (2009) proses metabolisme yang dilakukan bakteri membutuhkan sumber energi berupa karbohidrat, protein, lemak, yang terdapat pada pakan. Aktifitas mikroba dalam proses fermentasi mengarah pada karbohidrat kemudian protein dan lemak.
Peningkatan kandungan protein pada perlakuan menunjukkan bahwa terdapat peningkatan aktifitas bakteri proteolitik dalam mengikat N. Matthewman (1994) menyatakan bahwa nitrogen adalah bahan dasar untuk sintesis protein bakteri. Bakteri yang tumbuh dapat digunakan untuk membantu mengoptimalkan pakan yang digunakan untuk ternak (Buckle dkk, 1987).
Perlakuan yang menunjukkan hasil terbaik dengan kandungan protein tertinggi pada perlakuan P4 (28,1079%). Perlakuan P4 (8%) mempunyai jumlah dosis probiotik telah mencukupi dibanding dengan perlakuan P1, P2, dan P3, sehingga jumlah mikrobanya lebih banyak bila dibanding dengan perlakuan P1, P2, dan P3 yang menyebabkan aktifitas mikroba dalam mensintesis protein juga lebih tinggi. Meningkatnya nilai protein terhadap bahan pakan, memberikan indikasi bahwa energi yang tersedia cukup tinggi (Krisnan dkk., 2005).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan kandungan serat kasar yang difermentasi (Tabel 2). Menurunnya kandungan serat kasar daun kangkung air terfermentasi disebabkan pada penelitian ini mengandung mikroba Cellulomonas sp. Mikroba ini dapat mendegradasi bahan organik seperti serat kasar.
Serat kasar merupakan selulosa yang digunakan sebagai penyusun dinding sel tanaman yang sukar didegradasi karena monomer glukosa dihubungkan pada suatu ikatan. Beberapa bakteri ada yang dapat melakukan pemecahan ikatan tersebut yaitu mikroba selulolitik (Heriyanto, 2008). Adanya degradasi karbohidrat membuat adanya penyederhanaan perubahan dari selulosa menjadi selubiosa dengan bantuan enzim selulase, selanjutnya selubiosa disederhanakan menjadi glukosa (Wiria, 1996).
Proses fermentasi pada perlakuan menggunakan bakteri selulolitik yaitu Cellulomonas dan Actinomyces. Hasil perlakuan terbaik adalah nilai kandungan nutrisi serat kasar terendah. Serat kasar terendah terdapat pada perlakuan P3(6%), tetapi tidak berbeda nyata dengan P2(4%) dan P4(8%), namun berbeda nyata terhadap P0(0%) dan P1(2%). Hal ini disebabkan pada perlakuan P3(6%) terjadi akibat biomassa mikroba telah mencapai nilai maksimum, dengan demikian diikuti dengan nilai nutrisi sudah tidak sebanding dengan jumlah biomassa, yang mengakibatkan semakin lama biomassa semakin berkurang (Kanti, 2005). Adanya penurunan tersebut diakibatkan aktifitas enzim selulase telah mencapai waktu inkubasi optimum (Gal et al., 1997).
Penambahan dosis probiotik akan menyebabkan populasi mikroba yang semakin banyak sehingga mampu mendegradasi komponen selulosa secara optimal. Kandungan dosis 8% terdapat jumlah mikrobia sesuai dengan substrat yang ada dan kondisi yang sesuai dengan mikroorganisme pemecah selulosa. Penambahan dosis tersebut pada pakan dapat meningkatkan daya cerna (Forsberg et al., 2004). Pemberian probiotik pada perlakuan secara khusus dapat meningkatkan kecernaan serat, sehingga dapat menurunkan kadar nutrisi serat kasar (Heriyanto, 2008; Charles, 2005). Sejalan dengan hal ini, Murtidjo (2001) menyatakan bahwa tinggi rendahnya kecernaan zat-zat makanan pada ikan bergantung pada kualitas protein ransum melainkan pada kandungan serat kasar dan aktifitas mikroorganisme terutama bakteri selulolitik. Aktifitas mikroba selulolitik tersebut dengan cara mengeluarkan enzim selulase yang berfungsi untuk menghancurkan adanya ikatan lignoselulosa yang telah didegradasi. Proses tersebut mengakibatkan sumber N dalam bahan pakan berupa serat terlepas dari ikatan, sehingga dapat dicerna secara maksimal (Hau dkk., 2005).
Kesimpulan
Fermentasi memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kandungan protein kasar daun kangkung air yaitu peningkatan dari 23,9945% menjadi 28,1079%.
Fermentasi memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kandungan serat kasar daun kangkung air yaitu penurunan dari 16,1744% menjadi 11,8341%.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis menyarankan melakukan penelitian lebih lanjut pemberian pakan daun kangkung yang telah difermentasi dengan probiotik pada budidaya ikan sebagai hewan coba, untuk mengetahui pengaruhnya terhadap konsumsi, kecernaan dan pertambahan berat badan.
Daftar Pustaka
Afrianti, LH. 2009. Excellence Of Food Ferment (Keunggulan Makanan Fermentasi). http://www.wordpress.com. 20/8/2009.
Anggorodi, 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Buckle, K.A., R.A, Edward., G.H. Fleet and M.Wotton. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah : Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia. Jakarta.
Budiharjo, A. 2007. Application of Food Suplement For Increasing Growth of Wader Fish (Rasbora argyrotaenia). Skripsi. Jurusan Biologi. Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Surakarta. Solo.
Charles. 2005. Pembahasan Umum. Laboratorium Agrostologi IPB Dermaga. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
De jong, R., Van rucem.J., Ibrahim, M.N.M., and H. Purnomo. 1991. Livestock and Feed Development in the Tropics. Agricultural University. Waginingen. Netherland.
Ermawati, R. 2008. Harga Pakan Terus Melejit, Petani Ikan Megap-megap www.solopos.com. 17/10/2008.
Fardiaz, S. 1993. Analisa Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Forsberg, C.W., E. Forano, and A. Chesson. 2004. Microbiol Adherence to the Plant Cell Wall and Enzymatic Hydrolysis. In : P.B. Cronje (ed). Ruminant Physiology. CABI Publishing.
Gal, L., S. Pages, C. Gaudin, A. Belaich, C. Reverbelleroy, C. Tardif, and J.P.Belaich. 1997. Characterization of the cellulolytic complex (Cellulosome) produced by Clostridium cellulolyticum. Applied Environmental Microbiology, 63 (3): 903-909.
Hardianto, R. 2004. Pemanfaatan Limbah pertanian & Aroindustri sebagai bahan baku untuk pengembangan industri pakan ternak compleed feed. Program magang & Transfer Teknologi pakan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa Timur.
Hariati, A.M. 1989. Diktat Kuliah Makanan Ikan. Fish Fisheries Project. Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang.
Hau, D.K., M. Nenobais., J. Nulik., N. Athan dan G.F. Katipana. 2005. Pengaruh Probiotik Terhadap Kemampuan Cerna Mikroba Rumen Sapi Bali. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Nusa Tenggara Timur. Universitas Nusa Cendana. Kupang.
Heriyanto. 2008. Probiotik (Migrosuplemen/MIG Ternak) Departemen Pertanian Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan Balai Besar Pengujian Mutu & Sertifikasi Obat Hewan No B.0264. Bogor. Indonesia.
Hidayat, N, M.C.Padaga, dan S.Suhartini. 2007. Fermentasi. Pengembangan Produk danTeknologiProses. www.hidayat. wordpress. com.8/6/2009.
Hidayati, N. 2005. Fitoremediasi dan potensi tanam hiperkumulator. Jurnal bio sains hayati. I (12) : 35-40.
Sumber :
http://mediapenyuluhanperikananpati.blogspot.com/2017/03/manfaat-kandungan-protein-kasar-dan.html
Comments
Post a Comment