Budidaya Lele Mulai Terapkan Teknologi Ramah Lingkungan
Penggunaan teknologi BioFlok dipercaya bisa menjadi solusi untuk sektor budidaya perikanan komoditas lele yang selama ini menjadi unggulan. Teknologi tersebut, layak untuk dipergunakan karena terbukti ramah lingkungan dan bisa meningkatkan kualitas daging lele yang akan dipanen.
Pernyataan tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto belum lama ini. Menurut dia, jika sektor budidaya ingin menerapkan konsep berkelanjutan, maka harus dicari teknologi yang bisa mendukung ke arah tersebut.
“Dari pengalaman pembudidaya yang sudah menerapkan teknologi bioflok ini, mengatakan bahwa rasa dagingnya berbeda dengan lele hasil budidaya konvensional,” ucap dia.
Perbedaan rasa daging yang dihasilkan tersebut, dijelaskan Slamet, dihasilkan karena selain diberi pakan pelet, lele juga diberi makan flock atau gumpalan-gumpalan yang terdiri dari organisme-organisme hidup seperti alga, bakteri, dll.
“Selain memberi manfaat peningkatan kualitas daging, teknologi ini juga mampu menekan pakan buatan atau pelet,” sebut dia.
Dari hasil percontohan di beberapa tempat, Slamet mengungkapkan, pemberian pakan dapat ditekan di bawah satu jika menggunakan teknologi BioFlok. Manfaat tersebut, akan sangat bagus karena bisa menekan biaya yang harus dikeluarkan oleh pembudidaya lele.
Tak hanya itu, Slamet menambahkan, jika menggunakan teknologi BioFlok, air hasil budidaya lele tidak berbau dan juga memiliki manfaat sangat baik sekali untuk pupuk tanaman. Fakta tersebut juga menjadi catatan positif karena teknologi budidaya perikanan kini mengarah pada konsep keberlanjutan.
“Karenanya, limbah dari BioFlok dinyatakan tidak mengganggu lingkungan sekitar dan bahkan dapat disinergikan dengan budidaya tanaman, misalnya hortikultur dan buah-buahan,” jelas dia.
Manfaat tersebut bisa didapat, kata Slamet, karena dalam teknologi BioFlok ada mikroorganisme yang mampu mengurai limbah budidaya dan air yang dihasilkannya banyak mengandung bakteri baik seperti bacillus yang dapat menyuburkan semua jenis tanaman.
Namun, Slamet mengingatkan, untuk mendapatkan hasil seperti di atas, suplai oksigen tidak boleh kurang. Oksigen ini, kata dia, untuk membantu proses penguraian dan sekaligus mengaduk air kolam untuk meratakan suhu dan pakan.
Percontohan di Semarang
Untuk menyebarluaskan penggunaan teknologi BioFlok untuk budidaya lele, Dirjen Perikanan Budidaya membuat percontohan di Desa Duren, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Di sana, KKP menggandeng Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Karya Mina Sejahtera untuk mengembangkan budidaya lele yang ramah lingkungan.
Slamet mengatakan, percontohan di Semarang bertujuan untuk menerapkan budidaya lele dengan kualitas yang baik, jumlah yang banyak, dan ramah terhadap lingkungan. Dan, dalam pelaksanaannya pun, teknologi BioFlok membuat penggunaan air dan pakan menjadi lebih hemat meski dilakukan di lahan yang terbatas.
“Ini adalah wujud dari keselarasan pembangunan perikanan budidaya dengan tiga pilar pembangunan yaitu meningkatkan kedaulatan dalam arti kemandirian pembudidaya, mendukung keberlanjutan dalam hal usaha budidaya dan lingkungan serta mampu meningkatkan kesejahteraan pembudidaya,” papar dia.
Tak hanya manfaat di atas, Slamet menambahkan, penggunaan teknologi Bioflok untuk budidaya lele juga memberi manfaat lain, karena bisa mendapatkan hasil memuaskan dengan jumlah yang banyak dan dalam waktu yang lebih singkat. Hasil tersebut jauh berbeda jika dibandingkan dengan budidaya lele yang dikembangkan secara konvensional.
Slamet kemudian memberi gambaran, satu lubang atau satu kolam bioflok dengan kapasitas air 10 m3, dengan modal kurang lebih Rp5 juta rupiah, dapat menghasilkan lele sebanyak 1 ton secara parsial dalam waktu 2,5 bulan saja.
“Jika harga lele konsumsi adalah 15 ribu rupiah per kilogramnya, maka akan dapat diperoleh hasil kurang lebih 15 juta rupiah. Jadi pembudidaya akan mendapatkan keuntungan sekitar 10 juta rupiah, selama kurun waktu 2,5 bulan untuk wadah satu lubang,”ungkap dia.
Untuk diketahui, selama lima tahuhn terakhir sejak 2011, terjadi peningkatan produksi lele secara nasional hingga mencapai 21,31 persen. Peningkatan tersebut terlihat jelas pada 2015 yang mampu mencapai produksi 722.623 ton dari 337.577 ton pada 2011.
“Peningkatan produksi lele per tahun yang mencapai 21,31 % ini merupakan kenaikan terbesar di bandingkan dengan komoditas air tawar lainnya seperti nila, mas, patin dan gurame. Ini juga menjadi bukti bahwa pemanfaatan teknologi yang ramah lingkungan serta efisien, mampu meningkatkan produksi ikan,” pungkas dia.
Comments
Post a Comment