Pengolahan Hasil Perikanan



Isu  tentang  permasalahan  baru  keamanan  pangan  dunia  (new global  food  safety), perdagangan pangan dunia  (global  food  trading)  mengarah  kepada  dinamika  perubahan  gaya hidup manusia dalam mengkonsumsi pangan dari belahan dunia lainnya. Perubahan  ini memungkinkan  transportasi  bahan  pangan  dalam  jumlah  yang  sangat  besar  ke bagian dunia manapun dan memungkinkan timbulnya penyebaran penyakit karena mengkonsumsi bahan pangan (foodborne disease).
Peraturan pangan yang ada di berbagai negara telah menempatkan tanggung jawab untuk menjamin mutu dan keamanan produk kepada para produsen, pengolah, dan peretail. Organisasi perdagangan dunia (WTO) yang merupakan regulator perdagangan internasional juga sudah menerapkan aturan mengenai konsep  sanitary  and phytosanytary atau sering disebut SPS. Selain SPS terdapat juga kesepakatan mengenai  hambatan-hambatan teknis dalam perdagangan bebas (technical barrier to trade -TBT), jika SPS mengatur lebih banyak mengenai keselamatan manusia dalam pangan, TBT mengatur lebih luas, termasuk di luar urusan pangan. Traceability dalam industri perikanan masuk sebagai salah satu standar SPS, hal ini telah diterapkan oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat sejak 2005. 
Pengertian Traceability Produk Perikanan 
Secara harfiah Traceability berarti dapat ditelusuri. Namun secara definisi ada beberapa makna dari traceability. Uni  Eropa  misalnya,  mendefinisikan ketertelusuran  produk pangan sebagai kemampuan suatu sistem untuk menelusuri bahan baku produk pangan, termasuk pakan maupun bahan tambahan yang digunakan dalam seluruh mata rantai produksi, pengolahan hingga distribusi . Sementara itu di Amerika Serikat, ketertelusuran diartikan sebagai metode penelusuran yang cepat dan efisien terhadap suatu produk sepanjang titik-titik kritis asal maupun tujuan produk dalam rangka terjaminnya keamanan produk pangan tersebut. Menurut ISO 9001/2000, traceability adalah kemampuan untuk menelusuri kejelasan asal, perlakuan atau riwayat produksi suatu produk. Sedangkan Codex Alimentarius  (CAC/GL  60-2006) menyatakan  bahwa  traceability adalah  kemampuan untuk mengikuti pergerakan dari makanan selama tahap proses produksi dan distribusi.
Traceability system merupakan Salah  satu  konsep  dan  instrumentasi  mutu  dan  keamanan  pangan  yang disarankan  untuk  mendukung  dan  penjamin  mutu  makanan  yang di dalamnya adalah  pemberian informasi  lengkap  mengenai  posisi  suatu  produk  dan  jalur  distribusi  yang ditempuh,  sehingga  memudahkan  upaya  pelacakan  produk. perhatian  utama  traceability  dilandaskan  pada  kebutuhan  untuk menarik  produk pangan  dari  pasar  (recall  procedures),  terutama  terhadap  produk  yang  diduga memiliki  potensi  bahaya  terhadap  kesehatan  manusia. Tujuan utama dari sistem ketertelusuran adalah untuk mencatat dan mendokumentasikan suatu produk termasuk seluruh bahan yang digunakan dalam proses produksinya, hingga proses pengolahan  sampai produk terdistribusi kepada konsumen. Apabila sistem ketertelusuran    diterapkan  dengan  baik, maka penolakan terhadap produk dapat dikurangi sehingga dapat menghemat  pengeluaran  sebuah  industri pangan. Pada sisi lain, dengan terjaminnya kualitas dan keamanan suatu produk akan berdampak pada meningkatnya  kepercayaan  konsumen  terhadap produk  tersebut.
Penerapan Traceability dalam Rantai Produksi Produk Perikanan
Sebuah produk perikanan dinyatakan baik jika produk tersebut dapat dilacak asal usul-usulnya sejak mulai penangkapan di laut (atau pemanenan di dalam budidaya) sampai ke tangan konsumen. Ada beberapa rantai distribusi yang mempunyai konsekuensi dengan pemberlakuan aturan ini. Pertama, penangkap ikan di laut. Kedua, port landing, atau penjualan pertama di pelabuhan. Ketiga, pengolah utama. Keempat, distributor. Dan kelima adalah retailer. Dari mulai penangkapan ikan di laut sampai retailer, ikan harus dapat dilacak benar berasal dari mana dan apakah awalnya dijual utuh atau sudah dipotong-potong. Ini berdampak pada sistem pencatatan yang harus rapih di setiap rantai distribusi. Misalnya, untuk memenuhi peraturan ini, pemilik kapal harus mempunyai catatan mengenai : prior notification, pre-landing declaration, pre-transhipment declaration, transhipment declaration, daftar pengkodean, dan log book. Selanjutnya, ketika kapal mendarat, kapal harus mempunyai dokumen landing declaration. Ketika produk perikanan itu dipindahkan dengan jasa transportasi, produk tersebut harus mempunyai transport document. Ketika terjadi pembelian, harus terdapat catatan penjualan dan take over declaration. Selanjutnya, ketika hendak diproses (misalnya dipotong-potong atau diolah), pengolah harus mempunyai processing plant statement, dan seterusnya.
Agar suatu produk dapat ditelusuri  riwayat asal maupun rantai distribusinya dengan mudah, produsen harus memiliki  catatan  dan mendokumentasikan informasi yang berkaitan dengan produknya mulai dari bahan baku, proses pengolahan, selama distribusi/penyimpanan, pemasaran hingga ke tangan konsumen. Dengan demikian, dalam sistem ketertelusuran diperlukan metode yang handal untuk menelusuri  riwayat  asal-usul  suatu  bahan pangan,  proses  produksi, pengemasan,  distribusi/ trasportasi sampai kepada konsumen. Pada dasarnya, implementasi  sistem  ketertelusuran mencakup  2 kegiatan pokok, yaitu tracking dan tracingTracking merupakan metode penelusuran suatu produk pada tahap  pasca  produksi  (downstream  information). Sedangkan  tracing merupakan  cara menelusuri riwayat  asal  suatu  produk  sehingga  juga  dikenal dengan upstream information.
ISO  22005  (2007)  sebagai  ketentuan  standar  yang  dipakai  secara  luas  di dunia, menyampaikan bahwa dalam suatu sistem traceability, organisasi minimal harus  mampu  mengidentifikasi  siapa  pemasoknya  dan  kepada  siapa  produk tersebut didistribusikan, dalam prinsip satu  langkah ke depan  (one step  forward) dan  satu  langkah  ke  belakang  (one  step  backward).  ISO  22000  (2005)  juga menyebutkan  bahwa  setiap  organisasi  atau  industri  harus  membuat  dan melaksanakan  sistem  traceability  yang  dapat  mengidentifikasi  unit  produk  dan kode  batch  produk  yang  menghubungkan  rekaman  bahan  baku,  proses  dan distribusi. Sehingga Sistem traceability terdiri dari tiga komponen, yaitu :
1. Supplier traceability
memastikan bahwa sumber atau asal bahan baku/bahan tambahan dapat diidentifikasi dari catatan/dokumen dan rekaman yang ada.
2. Process traceability
kemampuan untuk mengidentifikasi semua bahan baku/bahan tambahan yang digunakan untuk setiap produk yang dihasilkan suatu pabrik.
3. Customer traceability
memastikan bahwa ada rekaman/ dokumen untuk mengindentifikasi pelanggan yang menerima produk.
Penerapan traceability dalam industri pengolahan dapat dijelaskan melalui beberapa  tahap, yakni  analisis  sistem,  asesmen  traceability,  prosedur  penarikan produk,  dan  dokumentasi  dan  perekaman.  Berikut adalah penjelasan tiap-tiap tahapan :
A. Analisis sistem 
Analisis  sistem  merupakan  langkah  pertama  dalam  mengembangkan sistem traceability  yaitu melakukan analisis prosedur-prosedur yang  ada  dalam industri  pengolahan  ikan  untuk menetapkan elemen apa yang telah ada dan memastikan langkah kunci dalam pengembangan  sistem  telah  teridentifikasi
B.  Asesmen traceability
Asesmen traceability merupakan sebuah kegiatan menentukan kemampuan suatu prosedur  dan  perekaman  mendukung  penerapan  sistem traceability di unit pengolahan.  Asesmen  traceability di unit pengolahan dilakukan dengan menggunakan traceability decision tree.
C. Prosedur penarikan produk (recall)
Prosedur  penarikan  produk  (recall)  akan  terlihat  manfaatnya  pada  saat suatu produk diketahui mengandung bahaya oleh pihak yang bersangkutan yaitu penjual  atau  pembeli. Jika  demikian, maka  produk  akan  ditarik  dari  peredaran maupun dari  tahapan proses produksinya.
D. Dokumentasi dan perekaman
Setelah  semua  tahapan penerapan  sistem  traceability dilakukan, kegiatan selanjutnya  adalah  mendokumentasikan  serangkaian  kegiatan  yang  telah dilakukan  sebagai  arsip  apabila  kelak  dibutuhkan  perusahaan. Perusahaan/Pelaku usaha yang telah menerapkan sistem jaminan mutu HACCP juga memungkinkan pengintegrasian sistem HACCP-nya dengan sistem ketertelusuran. Hal ini karena record keeping  sebagai  salah satu aspek  penting sistem ketertelusuran   merupakan salah satu di  antara 7 prinsip HACCP
Kesimpulan 
Dengan  diterapkannya  sistem  traceability, produsen produk pangan wajib memiliki  informasi riwayat  bahan  baku  dan  bahan  tambahan  yang digunakan  maupun  rantai   distribusinya  dan mendokumentasikannya  dengan  baik.  Dengan demikian apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama produk pangan tersebut telah didistribusikan, penelusuran  balik  terhadap  asal-usul bahan  yang digunakan dapat dilakukan dengan mudah. Hal yang sama terhadap penelusuran rantai distribusi produk pangan yang telah beredar di pasaran, bahkan hingga konsumen.
Dengan sistem ini pula, diharapkan dapat mencegah Illegal Unregulated Unreported (IUU) Fishing. Selain itu, peraturan ini akan memastikan kepentingan konsumen untuk mengkonsumsi ikan yang tidak berbahaya karena diketahui asal usulnya dan juga dapat terus dikonsumsi pada periode berikutnya karena tidak diperoleh dengan cara-cara yang ilegal yang menyebabkan overfishing
Sudah tentu sangat diperlukan komitmen semua pihak agar ketertelusuran dapat diterapkan dengan baik. Pemerintah  yang bertanggung  jawab  dalam melindungi warganya harus menjadi motor penggerak penerapan ketertelusuran di negaranya. Ini penting untuk menjamin  ketentraman  konsumen  dalam mengkonsumsi  produk-produk  yang  aman  dan bermutu. Diperlukan dorongan dari pemerintah kepada unit usaha  kecil dan menengah dalam  mengatasi   kesulitan  bagi   penerapan ketertelusuran. Termasuk  kesempatan  yang  dapat mendorong peningkatan daya saing produknya di pasaran. Konsumen pun bisa diharapkan peranannya dengan membangun kesadaran mereka untuk mau membayar  lebih mahal  atas  kepuasan  terhadap produk-produk yang terjamin keamanan dan mutunya.

Sumber :http://www.bppp-tegal.com/web/index.php/2017-08-26-04-36-53/pengolahan-hasil-perikanan/524-peran-traceability-pada-rantai-produksi-hasil-perikanan

Comments

Popular posts from this blog

Jenis-jenis Alat Tangkap Ikan Menurut Klasifikasi FAO

Cara Panen dan Penanganan Pascapanen Ikan Mas

Cara Budidaya Ikan Papuyu